08 April 2010

BAB II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Proses Belajar Mengajar Matematika

1). Pengertian Belajar

Kegiatan belajar merupakan hal penting yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa.

Nasution (2001: 35) menyatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi seseorang. Senada dengan pendapat tersebut Sudjana (2000: 28) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap dan tingkah lakunya, daya penerimaan dan lain-lain aspek yang ada pada individu siswa.

Sedangkan menurut Usman (2002: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Selanjutnya Winkel (1986: 36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif, konstan dan berbekas.

Dari beberapa pengertian belajar tersebut di atas, kata kunci dari belajar adalah perubahan sikap atau tingkah laku. Namun tidak semua perubahan sikap dan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang terjadi karena proses belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar memiliki ciri-ciri tertentu. Dalam hal ini, Moh Surya (dalam Iskandar, 2009:103) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu a). Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional), b). Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu), c). Perubahan yang fungsional, d). Perubahan yang bersifat positif, e). Perubahan yang bersifat aktif, f). Perubahan yang bersifat pemanen g). Perubahan yang bertujuan dan terarah, h). Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbuatan belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, di antaranya pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan yang terjadi disadari oleh individu yang belajar dan beksesinambungan. Selain itu, perubahan bersifat positif, terjadi karena peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara, bertujuan dan perubahan yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

2). Pengertian Mengajar

Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup berat, karena berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya (Usman 2002: 6).

Hamalik (2001: 8) menyatakan bahwa mengajar adalah usaha guru untuk mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas yang menunjang kegiatan belajar mengajar.

Selanjutnya Sardiman (1986: 46) menyatakan bahwa mengajar pada dasarnya adalah usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Dengan pengertian mengajar seperti ini menunjukan bahwa fungsi pokok mengajar adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan melakukan kegiatan adalah anak didik dalam uapaya menemukan dan memecahkan masalah. Guru dalam hal ini bertindak sebagai pembimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif, guru tidak dapat mengabaikan faktor atau komponen-komponen dalam linkungan proses belajar mengajar, termasuk keadaan anak, alat peraga atau media belajar, metode, sumber belajar dan sebagainya. Konsep mengajar seperti ini menunjukan bahwa pengajarannya lebih bersifat Pupil centred (berpusat pada anak didik), sehingga untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal tergantung pada aktivitas anak dalam proses belajar (Sardiman, 1986: 48).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.

3). Proses Belajar Mengajar Matematika

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar yang telah dikemukakakn oleh para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan mengajar merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar (Usman, 2002: 4)

Dalam hal mengajar matematika perubahan tingkah laku diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengarahkan individu kepada berpikir matematis berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis. Materi matematika disusun secara teratur dalam urutan yang logis dan hirarkis, artinya topik matematika yang telah diajarkan merupakan prasyarat untuk topik berikutnya. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui oleh orang itu. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam belajar matematika, tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan.

Hudoyo (1988: 4) menyatakan bahwa belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti bahwa belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Sehubungan dengan itu, maka dalam mengajar guru hendaknya dapat memberikan pengetahuan prasyarat sebagai dasar untuk mempelajari topik matematika yang diajarkan agar dalam menyelesaikan soal-soal matematika tidak terlalu banyak mengalami kesulitan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar matematika adalah proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa secara simultan, di mana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang akan mengantarkan siswa pada berpikir matematis berdasarkan aturan-aturan yang logis dan sistematis, sedangkan guru dalam mengajar hendaknya dapat memilih topik-topik matematika sesuai dengan urutan logis.

B. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.

Istilah “prestasi” dalam kamus Bahasa Indonesia berarti “hasil yang dicapai”. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha belajar. Menurut Djamarah (1994: 19) prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual, maupun kelompok. Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 1994: 23).


Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut Nasution (2001:17) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Jika dikaitkan dengan matematika, maka prestasi belajar matematika merupakan tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran matematika setelah proses belajar mengajar matematika dalam selang waktu tertentu yang tercermin dalam skor yang diperoleh dari hasil belajar Matematika.

C. Pembelajaran Kooperatif

  1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif atau Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran koooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Hal ini senada dengan pendapat Nur ( dalam Azizah 2007: 15) yang mengatakan pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan siswa yang berbeda kemampuannya, jenis kelamin, bahkan latar belakangnya untuk membantu belajar satu sama lainnya sebagai sebuah tim. Semua angota kelompok saling membantu anggota yang lain dalam kelompok yang sama dan bergantung satu sama lain untuk mencapai keberhasilan kelompok dalam belajar. Menurut Nur, dkk (2000) semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Namun, struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran yang lain. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diselesaikan guru. Masih menurut Nur, dkk (2000), ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

  1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yamg berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.

  3. Penghargaan lebih menekankan kepada kelompok daripada masing-masing individu.

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.


  1. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan david Jonson (dalam Lie 2008: 31) menyatakan bahwa ada lima unsur dasar yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif, yaitu;

  1. Saling ketergantungan positif, kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok, oleh karena itu semua anggota kelompok harus merasa terikat dan saling tergantung positif.

  2. Tanggung jawab perseorangan, setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi pelajaran karena kebehasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan.

  3. Tatap muka, interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok.

  4. Komunikasi antara anggota, karena dalam setiap tatap muka ada diskusi, maka keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangatlah penting.

  5. Evaluasi proses kelompok, keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok dilakukan melalui evaluasi proses kelompok.

Sedangkan menurut Arends (dalam Asma, 2006:16) menyatakan bahwa unsur-unsur dasar belajar kooperatif adalah sebagai berikut:

  1. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka ”sehidup sepenanggungan bersama” .

  2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

  3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.

  4. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama pada semua anggota kelompok.

  5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan semua anggota kelompok.

  6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilanm untuk belajar bersama selama proses belajar.

  7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompoknya.

  1. Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Manfaat diterapkannya model pembelajaran kooperatif menurut Linda Lundgren seperti dikutip Ibrahim (dalam Mufid, 2007: 16) adalah sebagai berikut :

  1. meningkatkan pencurahan waktu pada tugas,

  2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,

  3. Memperbaiki kehadiran,

  4. Angka putus sekolah menjadi rendah,

  5. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar,

  6. Perilaku menganggu menjadi lebih kecil,

  7. Konflik antar pribadi berkurang,

  8. Sikap apatis berkurang,

  9. Pemahaman yang lebih mendalam,

  10. Motivasi lebih besar,

  11. Hasil belajar lebih tinggi,

  12. retensi lebih lama,

  13. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.


  1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Ismail (dalam Widdiharto, 2004: 15 ) menyebutkan 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif yakni:

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif


Langkah

Indikator

Tingkah Laku Guru

Langkah 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa

Langkah 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa

Langkah 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan pengelompokan siswa

Langkah 4

Membimbing kelompok belajar

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Langkah 5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan

Langkah 6

Memberikan penghargaan

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

D. Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) merupakan pendekatan struktural pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Meskipun memiliki banyak persamaan dengan model pembelajaran kooperatif yang lain, namun model NHT ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Ibrahim (dalam Mufid, 2007) mengatakan NHT adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas.

NHT sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Adapun ciri khas dari NHT adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Menurut Muhammad Nur (2005:78), dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Selain itu mode pembelajaran NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Siswa akan berusaha memahami konsep-konsep ataupun memecahkan permasalahan yang disajikan oleh guru seperti yang diungkapkan oleh Ibrahim, dkk (dalam Azizah 2007: 21) bahwa dengan belajar kooperatif akan memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademik penting lainnya serta akan memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademis.

Adapun tahapan dalam pembelajan NHT antara lain yaitu penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab (Nur, 2005:79).

Tahap 1: Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau bentuk arahan.

Tahap 3: Berpikir bersama,

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

Tahap 4: Menjawab

Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Adapun langkah-langkah pembelajaran NHT adalah:

a. Pendahuluan

Fase 1: Persiapan

  1. Guru melakukan apersepsi

  2. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT

  3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

  4. Guru memberikan motivasi


b. Kegiatan inti

Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT

Tahap pertama

  1. Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1- 4.

  2. Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing.

Tahap kedua

Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk mengerjakan soal-soal di LKS

Tahap ketiga

Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan dalam LKS tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut

Tahap keempat

1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pengerjaan LKS.

c. Penutup

Fase 3: penutup

1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan.

2) Guru memberikan tugas rumah

3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.


E. Materi Kubus dan Balok

a. Kubus

1) Pengertian kubus

Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang sisi yang kongruen berbentuk persegi.

Bangun di samping adalah

Kubus ABCD.EFGH



2) Sifat-sifat kubus

Dari gambar di atas didapat sifat-sifat kubus antara lain:

  1. Mempunyai 8 buah titik sudut, yaitu titik A, B, C, D, E, F, G, dan H

  2. Mempunyai 6 buah bidang sisi yang kongruen berbentuk persegi, terdiri atas:

Sisi yang merupakan bidang alas kubus, yaitu ABCD

Sisi yang merupakan bidang atas kubus, yaitu EFGH

Sisi tegak kubus, yaitu ABFE, BCGF, CDHG, dan ADHE.

  1. Mempunyai 12 buah rusuk yang sama panjang, yaitu AB, BC, CD, AD, EF, FG, GH, HE, BF, CG, AE, dan DH.

  2. Mempunyai 12 buah diagonal sisi (bidang) yang sama panjang, yaitu AF, BE, BG, CF, CH, DG, DE, AH, AC, BD, EG, dan FH.

  3. Mempunyai 6 buah bidang diagonal yang kongruen berbentuk persegi panjang, yaitu ABGH, EFCD, FGDA, BFHD, dan AEGC.

  4. Mempunyai 4 buah diagonal ruang yang sama panjang, yaitu AG, BH, CE,

dan DF.

b. Balok

1) Pengertian balok

Balok adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang (sisi) atau 3 pasang sisi yang kongruen berbentuk persegi panjang.

Bangun di samping adalah balok

ABCD.EFGH.


2) Sifat-sifat balok

  1. Mempunyai 8 buah titik sudut, yaitu titik A, B, C, D, E, F, G, dan H.

  2. Mempunyai 6 buah bidang sisi berbentuk persegi panjang dan tiap bidang sisi yang berhadapan kongruen, yaitu:

ABCD dan EFGH, ABFE dan DCGH, BCGF dan ADHE

  1. Mempunyai 12 rusuk yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok rusuk-rusuk yang sama dan sejajar:

AB sama dan sejajar dengan DC, EF, dan HG, yang selanjutnya disebut panjang balok.

BC sama dan sejajar dengan AD, FG, dan EH, yang selanjutnya disebut lebar balok.

AE sama dan sejajar dengan BF, CG, dan DH, yang selanjutnya disebut tinggi balok.

  1. Mempunyai 12 diagonal bidang sisi, yaitu AF, BE, BG, CF, CH, DG, DE, AH, AC, BD, EG, dan HF.

AF = BE = CH = DG

BG = CF = AH = DE

BD = AC = EG = HF

  1. Mempunyai 6 buah bidang diagonal yang berbentuk persegi panjang, yaitu ABGH, EFCD, BCHE, FGDA, BFHD, dan AEGC.

  2. Mempunyai 4 buah diagonal ruang, yaitu AG, BH, CE, dan DF

c. Jaring-jaring

Jaring-jaring adalah bangun datar yang diperoleh dari suatu bangun ruang diiris pada beberapa rusuknya kemudian direbahkan.

1. Kubus

Jaring-jaring






2. Balok

Jaring-jaring



d. Luas Permukaan

Luas permukaan suatu bangun ruang adalah jumlah luas seluruh permukaan (bidang) bangun tersebut.

Luas permukaan bangun ruang sama dengan luas jaring-jaringnya.

1). Luas permukaan Kubus

Luas permukaan kubus adalah luas jaring-jaring kubus

Jaring-jaring kubus terdiri atas 6 buah persegi dengan sisi-sisinya,

misalkan s.

Luas jaring-jaring kubus = 6 (luas persegi)

= 6 (s2)

= 6s2

2). Luas permukaan balok

Misalkan p panjang balok, adalah lebar balok, dan t adalah tinggi balok. Jaring-jaring balok terdiri atas 3 pasang persegi yang luasnya berbeda, yaitu:

Luas persegi panjang ABCD dan EFGH = (pℓ) + (pℓ) = 2 pℓ

Luas persegi panjang ABFE dan CDHE = (pt) + (pt) = 2 pt

Luas persegi panjang BCGF dan ADHE = (ℓt) + (ℓt) = 2 ℓt

Luas jaring-jaring balok = 2 pℓ+ 2 pt + 2 ℓt = 2(pℓ + pt + ℓt)

Jadi luas permukaan balok dengan panjang = p, lebar = , dan tinggi = t

adalah 2 (pℓ+ pt + ℓt).

e. Volum

1). Volum Kubus

Diketahui kubus dengan panjang rusuknya adalah s cm.

Volum kubus adalah hasil kali luas alas dengan tingginya karena pada kubus panjang rusuk-rusuknya sama, maka:

Luas alas kubus yang berbentuk persegi adalah s2

Tinggi kubus adalah s

Jadi, volume kubus s2 x s = s3

2). Volum balok

Diketahui balok ABCD.EFGH dengan panjang = p, lebar = , dan tinggi = t

Volum balok adalah hasil kali luas alas dengan tingginya. Alas balok berbentuk persegi panjang (ABCD), sehingga luas alas = AB x BC = pℓ

Tinggi balok (CG) adalah t

Jadi, volum balok dengan panjang = p, lebar = ℓ, dan tinggi = t adalah = px ℓx t


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar anda. Trima kasih...